Friday, August 31, 2007

Musik itu [seyogyanya] Menyenangkan

Apa yang kita harapkan dari kegiatan kita memberikan pendidikan musik kepada anak-anak kita?

Lebih dari satu dekade terakhir ini, kita banyak di'bombardir' dengan data-data [baik yang empirik maupun spekulatif] tentang pentingnya musik bagi perkembangan anak-anak. Dari mulai pengaruhnya terhadap kemampuan bahasa, kemampuan berhitung, juga kedisiplinan anak. Tidak sedikit orang tua yang kemudian 'berlomba' memberikan stimulasi musik kepada anaknya dalam dosis dan formula yang dianjurkan. Tujuan mereka adalah agar anak-anak mereka cepat berkembang kemampuan bahasanya, jenius dalam matematika, serta disiplin di rumah dan di sekolah. Musik dianggap sebagai zat mujarab yang dapat mengatasi masalah perkembangan anak, dan salah satu akibatnya [sayangnya] musik yang ‘baik’ menjadi 'barang' eksklusif yang hanya bisa didapat dan digunakan oleh mereka yang mampu mengadakannya sesuai formula dan dosis yang dianjurkan.

Dari sekian banyak informasi tentang pentingnya musik bagi perkembangan anak, sedikit sekali yang melihat dan membahas bahwa salah satu pengaruh besar musik terhadap anak-anak adalah memberikan mereka pengalaman yang sangat indah yaitu SENANG. Mari kita ingat-ingat lagi betapa senangnya kita mendengarkan orangtua kita meninabobokan kita dengan suaranya yang indah [atau pas-pasan]; betapa senangnya kita menyanyikan lagu-lagu mengiringi permainan bersama teman-teman; betapa antusiasnya kita membuat sendiri alat yang bisa menghasilkan bunyi-bunyian yang unik!
Bunyi sebagai rangsang yang kita dengar tidak pernah terlepas dari kehidupan kita.

Almarhum John Cage, seorang komposer kontemporer -> avant garde ternama abad 20 pernah mencoba untuk merasakan/ mengalami keheningan/ sunyi [tidak ada bunyi]. Bersama dengan rekan-rekan teknisi suara, ia merancang sebuah ruangan yang kedap bunyi dan tidak berakustik. Akhirnya ruangan 'sunyi' itu jadi terbangun. Setelah beberapa saat berada dalam ruangan itu mencoba merasakan keheningan, John Cage menyadari bahwa ada dua bunyi bising [noises – suara yang mengganggu] yang konstan ia dengar: pada frekuensi tinggi dan rendah. Pengalaman itu kemudian diteliti dan akhirnya diketahui bahwa bising tersebut berasal dari dalam dirinya sendiri: pada frekuensi tinggi berasal dari kerja sistem syaraf, dan pada frekuensi rendah berasal dari sirkulasi darahnya. Sadar atau tidak, kita selalu mendengar bunyi dan dan bahkan juga bising, walau kita tidak selalu menyimaknya. Hal tersebut mungkin dapat menjelaskan bahwa kita akan merasa senang dan bahagia jika mendengarkan bunyi/ suara yang tersusun dengan teratur dan baik [musik].

Tulisan ini tidak bermaksud menidakkan pengaruh-pengaruh musik yang banyak diinformasikan satu dekade terakhir di atas. Tulisan ini hendak menguatkan hal-hal tersebut dengan mengajak kita semua untuk melihatnya secara lebih sederhana lagi: bahwa musik dapat membuat kita SENANG dan BAHAGIA. Musikal tidak hanya berarti 'peka dan responsif atas rangsang musik' (Hodges, 1996) atau ‘pandai bermain alat musik/ bernyanyi’, lebih dari itu musikal juga menyiratkan kesenangan dan kebahagiaan saat mengalami musik.

Jika Anda percaya bahwa dengan musik anak Anda akan menjadi cerdas, disiplin, dan pandai bergaul, janganlah lupa bahwa anak Anda berhak mendapatkan juga kesenangan dan kebahagiaan dari kegiatannya dengan musik. Seyogyanyalah kegiatan musik anak berlangsung dalam suasana yang menyenangkan. Musik pilihan dari karya agung Mozart tidak akan dapat ‘menyulap’ anak-anak kita menjadi cerdas dan mampu bersosialisasi dengan baik jika kebutuhannya untuk merasa bahagia tidak terpenuhi. Karena dalam perasaan senang dan bahagialah anak-anak kita dapat mewujudkan potensinya yang begitu indah.

-p. b. adi-

Wednesday, August 15, 2007

Memberi Nilai pada Musik [Valuing Music]

Saya yakin, Ibu-ibu, Bapak-bapak, dan saudara sekalian sudah cukup banyak membaca tulisan tentang pengaruh musik bagi kesejahteraan hidup: kesehatan fisik-mental, kecerdasan, kuatnya ingatan, tingginya konsentrasi, dll. Sejak jaman dahulu 'misteri' hubungan musik dengan manusia terus diteliti dan masih menjadi bahasan yang menarik hingga sekarang. Dengan ditemukannya teknologi perekaman audio dan media massa elektronik, musik dapat dengan mudah kita nikmati. Kita tidak perlu menantikan konser musik atau acara keagamaan untuk mendengarkan musik. Selama kita memiliki alat pemutarnya, kita tinggal membeli rekaman lagu-lagu baik dalam bentuk piringan hitam, kaset, CD, atau DVD. Musik semakin akrab dengan kehidupan kita. Konsekuensinya, kita seringkali bingung, mau mendengarkan musik apa, yang seperti apa, ciptaan siapa, atau siapa yang membawakan. Mudahnya kita menikmati musik kadang dapat membuat kita bosan mendengarkan musik. Di mana-mana diputar rekaman lagu. Bahkan kadang-kadang, di beberapa tempat yang terpisah lagu yang diputar adalah lagu yang itu-itu saja. Tergantung lagu mana yang sedang banyak digandrungi masyarakat..

Orang-orang kemudian mulai mencari tahu, musik apa/ yang mana/ karya siapa yang paling baik untuk mengatasi masalah tertentu. Banyak formula dicari, diciptakan, dan diuji. Komposisi musik mana yang dapat menimbulkan perasaan haru; karya siapa yang dapat membuat kita cerdas; lagu apa dalam versi bagaimana yang dapat membuat kita antusias, dll. Musik tak ubahnya seperti obat yang dapat diresepkan untuk penyakit tertentu. Pengalaman kita akan musik mulai kehilangan sifatnya yang personal, unik, subjektif, dan unreplicable.

Namun apakah sebegitu reaktifnya manusia atas musik yang didengarkannya? Apakah tidak ada pengaruh faktor keterlibatan manusia saat mendengarkan atas 'manjur'nya musik?

Beberapa penelitian psikologi musik awal abad 21 ini justru melihat bahwa pengaruh positif musik pada manusia tidak semudah analogi obat atas penyakit tertentu. Dr. Alexandra Lamont, pakar psikologi musik dari Universitas Keele di Inggris mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menyatakan bahwa hanya dengan mendengarkan musik dapat memberi pengaruh pada kecerdasan maupun emosi anak. Beberapa fakta menunjukkan bahwa keterlibatan aktif dengan musiklah yang menyebabkan musik mempunyai pengaruh positif bagi kita. Aktif di sini tidak hanya bermakna fisikal atau motorik, tapi juga secara mental, emosional, dan spiritual.

Memberi makna dan nilai pada musik sebagai suatu hal yang berharga, bermanfaat, dan menyenangkan mengimplikasikan pemberian sikap positif kepada musik. Musik tidak hanya sekedar dipandang sebagai suatu rangkaian bunyi yang harus dimainkan/ didengarkan, namun juga rangkaian bunyi yang indah, yang jika disimak lebih dalam bisa menyampaikan sesuatu yang berharga kepada kita. Pemberian sikap positif ini juga mengimplikasikan semangat dan perasaan gembira dalam mengikuti kegiatan musik. Bagi anak-anak usia dini [0-6 tahun] musik seyogyanya adalah suatu kegiatan yang menyenangkan baik dari saat persiapan, proses belajar, dan saat menikmatinya.

Lebih lanjut lagi, banyak sekali nilai-nilai positif yang dapat kita ajarkan kepada anak-anak kita jika kita mengajarkan kepada mereka bahwa musik adalah suatu hal yang berharga, bermanfaat, dan menyenangkan. Kita dapat mengajarkan nilai respek: bagaimana mereka menghargai usaha mereka sendiri dalam berlatih, membuat, dan memainkan musik; bagaimana mereka dapat menghargai musik yang dimainkan orang lain; bagaimana mereka dapat belajar memberi dan menerima masukan atas usaha yang dijalankannya, dll. Mereka dapat belajar tentang Kerjasama: saling membantu dalam persiapan sebuah pementasan, berbagi tugas dalam memainkan komposisi. Melalui lirik lagu yang diajarkan oleh gurunya, anak-anak dapat belajar tentang Kedamaian, Kasih Sayang, Kesederhanaan, Tanggung Jawab, Kerendahhatian, juga Kedisiplinan.

Memberi makna dan nilai pada musik sebagai suatu hal yang berharga, bermanfaat, dan menyenangkan adalah pintu gerbang utama bagi kita untuk dapat mengalami pengaruh positifnya. Mari kita lebih giatkan kepada anak-anak kita bukan hanya untuk banyak mendengarkan musik, namun lebih penting dari itu adalah memberi nilai positif pada musik sebagai suatu hal/ kegiatan yang berharga, bermanfaat, dan menyenangkan.

- p. b. adi -